Perbankan Syariah, yang mengharamkan riba/bunga, sangat cocok
untuk memberikan layanan anjak piutang. Istilah yang digunakan dalam perbankan
syariah untuk anjak piutang adalah Hiwalah bil Ujrah.
Prinsip Hawalah
yaitu pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada pihak lain yang
wajib menanggung (membayar)-nya. Tagihan piutang dagang klien (yang biasanya
UKM) langsung ditukarkan dengan prosentase tertentu dari nilai tagihan tersebut,
katakanlah 80%. Saat tagihan tersebut telah jatuh tempo, bank akan
menagihkannya ke pelanggan (biasanya perusahaan besar) yang berhutang pada
klien tersebut, dan sisa tagihan yang belum diberikan kepada klien dikurangi
dengan biaya administrasinya akan menjadi hak dari klien (kalau dalam anjak
piutang konvensional, selain biaya administrasi klien harus membayar bunga atas
uang muka yang diterimanya sampai terjadinya pelunasan tagihan). Jelas
terlihat, bahwa pemberian dana talangan 80% tersebut akan sangat membantu
likuiditas klien yang UKM tersebut.
Dengan menggunakan sitem upah (Ujrah), anjak piutang syariah boleh dilakukan karna tidak melanggar
ketentuan dalam Islam, dengan ketentuan :
- Bank syariah memperoleh ujrah atas jasa yang diberikan oleh Bank Syariah (sebagai muhil) kepada nasabah (klien) dalam kedudukannya (sebagai muhal ‘alaih) atas ketersediaan dan komitmennya untuk membayar utang nasabah.
- Maksimum ujrah dikenakan sesuai dengan ketentuan tarif yang berlaku atau yang disepakati kedua belah pihak.
- Pembayaran ujrah dilakukan secara periodik maupun secara bersamaan saat nasabah melakukan pembayaran hutang kepada Bank Syariah, sesuai kesepakatan.