Persaingan yang semakin ketat di
dunia bisnis, mengakibatkan perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh karena itu perusahaan harus mampu
bersaing. Salah satu alat yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah
kompensasi. Drs. Malayu S.P Hasibuan (2006) mengatakan bahwa kompensasi adalah
semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung ataupun tidak langsung
yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa atas jasa yang diberikan kepada
perusahaan.[1]
Kompensasi
adalah ganti rugi, imbalan
yang diberikan kepada karyawan, dapat berupa uang
ataupun bukan uang.[2]
Kompensasi bagi organisasi
atau perusahaan berarti penghargaan/ ganjaran pada
para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuan
perusahaan, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Kompensasi
juga diartikan sebagai sejumlah uang atau penghargaan yang diberikan oleh suatu
organisasi atau perusahaan kepada karyawannya, sebagai imbalan atas jasanya
dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.[3]
Kesimpulan yang dapat diambil dari
uraian diatas adalah bahwa kompensasi diartikan sebagai sejumlah imbalan atau
balas jasa yang diperoleh karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan tersebut
atas apa yang telah dikerjakannya, imbalan tersebut dapat berupa imbalan
finansial maupun imbalan non finansial sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Imbalan yang diberikan kepada
karyawan hendaknya sesuai dengan kebutuhan hidup si karyawan dan adil, agar
karyawan tersebut loyal dan betah bekerja dan tidak pernah berfikir untuk
mencari pekerjaan lain, dan berusaha untuk meningkatkan produktivitas kerjanya
agar memperoleh kompensasi yang lebih tinggi.
Di
dalam Islam konpensasi haruslah diberikan kepada karyawan sebagai imbalan yang
telah dijanjikan oleh para pemberi kerja, pemberi kerja akan mendapatkan hasil
dari pekerjaan yang telah selesai dikerjakan sedangkan pekerja akan mendapatkan
upah atau konpensasi dari tenaga yang telah dikeluarkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Allah telah menegaskan tentang
imbalan ini dalam Qur’an surah At-Taubah
ayat 105, surah An-Nahl ayat 97 dan
surah Al-Kahfi ayat 30:
Artinya“Dan katakanlah :“Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu
diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.” (At Taubah : 105).[5]
Artinya “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka
kerjakan.” (An Nahl
: 97).[6]
¨Artinya“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh
tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan
amalan(nya) dengan baik.” (Al Kahfi : 30).[7]
Ayat diatas
menjelaskan bahwa bekerjalah dengan baik demi dan karena Allah semata dengan aneka
amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat
umum, maka Allah akan melihat
yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Sebutan lain daripada ganjaran
adalah imbalan atau upah atau konpensasi.
Berdasarkan tiga ayat
diatas, yaitu At-Taubah 105, An-Nahl 97 dan Al-Kahfi 30, maka Imbalan dalam konsep Islam menekankan pada dua
aspek, yaitu dunia dan akherat. Tetapi hal yang paling penting, adalah bahwa
penekanan kepada akherat itu lebih penting daripada penekanan terhadap dunia (dalam
hal ini materi) sebagaimana semangat dan jiwa Al-Qur’an surat Al-Qhashsash ayat 77.
Surat At-Taubah 105 menjelaskan bahwa Allah
memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah pasti membalas semua apa yang telah
kita kerjakan. Yang paling unik dalam ayat ini adalah penegasan Allah bahwa
motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar. Sebab kalau motivasi bekerja
tidak benar, Allah akan membalas dengan cara memberi azab. Sebaliknya, kalau
motivasi itu benar, maka Allah akan membalas pekerjaan itu dengan balasan yang
lebih baik dari apa yang kita kerjakan
Lebih jauh Surat An-Nahl : 97 menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan gender dalam menerima upah / balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan
bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam, jika mereka mengerjakan
pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini, adalah balasan Allah
langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeki yang halal) dan balasan di
akherat (dalam bentuk pahala).
Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan
terhadap pekerjaan yang telah dilakukan manusia, pasti Allah balas dengan adil.
Allah tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya.
Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek
yang pernah terjadi di negeri Islam.
Lebih lanjut
kalau kita lihat hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu
Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda :
“Mereka
(para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah
asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus
diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian
seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan
tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu,
maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)”. (HR. Muslim)[8]
Dari hadits ini dapat
didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait
dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan : “harus
diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian
seperti apa yang dipakainya (sendiri)” , bermakna bahwa upah yang diterima
harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah. Dalam hadits yang lain,
diriwayatkan dari Mustawrid bin Syadad Rasulullah s.a.w bersabda :
“Siap yang menjadi pekerja bagi kita,hendaklah ia mencarikan isteri
(untuknya); seorang pembantu bila tidak memilikinya,
hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat
tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal. Abu Bakar mengatakan:
Diberitakan kepadaku bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Siapa yang mengambil
sikap selain itu, maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri.” (HR. Abu Daud)[9]
Hadits ini menegaskan
bahwa kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan azasi bagi para
karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan juga untuk mencarikan jodoh bagi
karyawannya yang masih lajang (sendiri).
Sehingga dari
ayat-ayat Al-Qur’an di atas, dan dari hadits-hadits di atas, maka dapat
didefenisikan bahwa Upah adalah imbalan
yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia
(Adil dan Layak) dan dalam
bentuk imbalan pahala di akherat (imbalan yang lebih baik).
Penulis : Muhammad Arif, MA (www.doctorjambu.blogspot.com)
[2] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 758.
[3] Ninuk Muljani, Kompensasi Sebagai
Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan, Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan Vol. 4, No. 2, (September 2002), h. 1.
[6]Ibid.
[8] Muslim bin ¦ujjaj Ab
¦usain al-Qusya³ri al-Naisabur³, ¢a¥i¥ Muslim (Bairut: Dar Ihya'
at-Tura£ al-'Arab³, t.t.), jilid II, h. 101
[9] Mahrum Sayyid Ahmad
Al-Hsyimi, Mukhtarul Ahaadits wa Al-Hukmu
Al-Muhammadiyah (
Surabaya: Daar an-Nasyr al-Misriyyah : 1998),
hal. 45