Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer,
sekunder maupun tersier. Ada
kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin
meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank
dan lembaga keuangan non bank.
Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek
yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian
yang mengatur hubungan sesama manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam
syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan
bahwa
مَنْ
لاَ يَتِمُ الوَاجِب اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib,
maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi)
adalah wajib diadakan”. Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian
tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini
pun menjadi wajib untuk diadakan. Lembaga pembiayaan
merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari
masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial
intermediary function). Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat (1) UU No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Pembiayaan dikucurkan melalui dua jenis bank, yaitu
Bank Konvensional maupun Bank Syariah.[1]
Persaingan dalam lembaga keuangan pada saat ini sangatlah tajam,
hal ini kiranya menjadikan perbankan syariah lebih serius lagi dalam mengambil
perhatian masyarakat. Karena pilihan
masyarakat untuk memanfaatkan sitem perbankan syariah tidak hanya di dasarkan
pada kewajiban dalam menjalankan syariat Islam, seperti memanfaat system bagi
hasil yang di benarkan dalam agama Islam dan menghindarkan penggunaan system bunga
yang telah di fatwakan haram oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI).[2]
Namun kunci pokok keberhasilan dan perkembangan perbankan syariah adalah sejauh
mana perbankan syariah dapat menjalin hubungan yang baik terhadap masyarakat
disekitarnya. Sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Disaat hubungan sosial masyarakat yang tidak dijalin dengan
baik oleh lembaga keuangan syariah dengan masyarakat disekitarnya, hal ini akan
mengakibatkan kekhawatiran dan ketidak percayaan terhadap perbankan syariah
yang seharusnya dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini telah
disulitkan dan dirugikan dengan system konvensional yang tidak berpihak kepada
nasabah. Hubungan yang dibangun dengan masyarakat bukan hanya hubungan bisnis
namun juga sebagai mitra yang dapat memberikan solusi bisnis dan saling
menguntungkan, sehingga perkembangan dan kemajuan perbankan syariah akan dapat
diraih.
Selain memajukan perusahaan, perbankan syariah sebagai
system keuangan yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam memiliki
tanggung jawab sosial yang tinggi terhadap masyarakat, hal ini didasarkan pada Maqashid Syariah (Tujuan Syariah) yaitu
memberikan Maslahah (Kebaikan,
Keuntungan) bagi umat manusia atau masyaraka, sehingga tujuan Islam sebagai
agama Rahmatan Lil’alamin dapat
terwujud.[3]
Maka keberadaan lembaga keuangan syariah yang semangkin pesat pada saat ini haruslah
membawa kebaikan dan kemakmuran bagi masyarakat bukan malah sebaliknya.
[2] Dewan Syariah Nasional MUI Bank Indonesia Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, 2003. Hal 55
[3] Dewan Syariah Nasional MUI Bank Indonesia Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua, 2003, Hal. 23