Sejarah
perkembangan system ekonomi dunia mencatat ada tiga system ekonomi yang
memberikan pengaruh cukup besar dalam kehidupan manusia, yaitu Kapitalis,
Sosialis dan Islam. System ekonomi Kapitalis dan Sosialis telah terbukti gagal
menghantarkan manusia mendapatkan kesejahteraan hidup dan justru memberikan
begitu banyak persoalan-persoalan yang cukup pelik.
Pada
dasarnya masalah eksistensi suatu system ekonomi dimulai dari filsafat ekonomi,
nilai dasar system dan nilai instrumental dari suatu system. Filsafat ekonomi
merupakan asas dari suatu system ekonomi yang dibangun berdasarkan pandangan
suatu kehidupan, yaitu hubungan antara manusia, alam dan Tuhan. Dari filsafat
ekonomi ini dibentuk nilai-nilai dasar system yang akan membentuk kerangka
social,legal dan perilaku dari system tersebut. Hal ini kemudian akan
diturunkan dalam nilai instrumental sebagai aturan main yang akan mendorong
system terebut berjalan.
System
ekonomi kapitalis dibentuk dari filsafat laissez faire. Kapitalis mengakui
Tuhan namun menolak adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan (dalam hal ini
masalah ekonomi). Sehingga kapitalis meletakkan nilai dasar kebebasan,
individual, hak kepemilikan adalah absolute. Dan pada ujungnya system ekonomi
ini membuat manusia menjadi serakah dan terjadi kompetisi yang tidak sehat yang
dikenal dengan free fight liberalism. System kapitalisme ini selanjutnya
menjadikan kepemilikan terkonsentrasi pada kelompok atau individu tertentu dan
melahirkan proses dehumanisasi.[1]
System
ekonomi sosialis menolak campur tangan Tuhan sedari awal dan membawa manusia
kepada materialisme. Sosialis lahir dari filsafat konflik, yaitu pertentangan
antar kelas. Sosialis mengorbankan kebebasan pribadi dan hak milik pribadi
sehingga semua kegiatan diambil alih Negara untuk kepentingan masayarakat
sebagai fokusnya. Semua adalah milik Negara. Individu diberi sebatas yang
diperlukan dan dia bekerja sebatas yang dia bisa. Sosialisme mematikan
kreatifitas manusia. Karena kepemilikan individu tidak diakui, dorongan
pencapaian pribadi ,menjadi tidak ada. Pada gilirannya terjadilah penurunan
secara drastis produktifitas masyarakat karena mereka telah kehilangan hasrat
untuk memperoleh keuntungan (profit motives), sesuatu yang sebenarnya sangat
manusiawi. [2]
Dengan
kegagalan kedua system ekonomi tersebut, munculah keinginan untuk melihat
kembali system ekonomi islam yang sepanjang sejarahnya tidak pernah menimbulkan
masalah. System ekonomi yang dibangun atas filsafat religious. Pandangan Islam
tentang kepemilikan berbeda dengan Kapitalisme yang memberikan kebebasan
seluas-luasnya pada kuantitas (jumlah) dan kualitas (cara) perolehan harta
serta pemanfaatannya. Berbeda pula dengan sosialisme yang mengawasi ketat baik
kuantitas dan kualitas harta. Konsep ekonomi Islam memberikan proporsi yang
terbaik atas konsep pemilikan. Dalam Islam mengakui kepemilikan individu namun
tidak dalam kebebasan dan pembatasan secara absolute.
Islam secara tepat mengatur cara bukan jumlah
pemilikan, serta mengatur cara pemanfaatan pemilikan. Cara pemilikan yang sah
adalah izin dari syariah dalam menguasai zat dan manfaat suatu harta. Artinya
melalui hokum syariah, Allah SWT memberikan sejumlah aturan mengenai cara
perolehan dan pemanfaatan pemilikan. Sehingga system ekonomi Islam mengatur
meski semua benda diciptakan oleh Allah, tidak seluruh benda itu dapat dimiliki
oleh manusia secara bebas. Barang-barang yang telah ditetapkan sebagai milik
bersama (umum) atau milik Negara juga tidak bebas begitu saja dimiliki oleh
individu.
[1]
Nasution dkk, Pengenalan Eklusif Ekonomi
Islam, Kencana Predana, 1994, h 28.
[2]Adiwarman
A Karim, Ekonomi Mikro Islami, The
International Institut of Islamic Thought Indonesia,
Jakarta ,
2002, h 54.