Berkaitan
dengan pengaturan hubungan dengan nasabah terdapat terdapat lima prinsip dasar
perbankan syariah dalam melakukan transaksi yaitu prinsip titipan atau simpanan
(depository), prinsip bagi hasil (profit sharing), prinsip jual beli (sale dan
purchase),
prinsip sewa (operational lease and financial lease) dan prinsip
jasa (fee-based service).[1]
1. Prinsip titipan atau simpanan
(depository)
Prinsip
ini dikenal juga dengan prinsip al-wadi’ah. Nasabah menitipkan uang atau
barangnya kepada pihak bank sebagai titipan murni, dan pihak bank tidak berhak
menggunakan uang atau barang yang dititipkan. Namun demikian, pihak bank dapat
saja menggunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu dengan meminta izin
terlebih dahulu dari nasabah yang menitipkan tersebut. Bank dapat memanfaatkan
al-wadiah untuk tujuan current account (giro) dan saving account (tabungan
berjangka), dan semua keuntungan dari dana titipan tersebut yang berupa dana
bagi hasil dari user of fund menjadi milik bank. Nasabah penitip, mendapatkan
keuntungan berupa jaminan keamanan terhadap hartanya dan fasilitas giro
lainnya, serta insentif berupa bonus yang tidak dipersyaratkan sebelumnya.
2. Prinsip bagi hasil (profit sharing)
Terdapat
empat akad utama bagi hasil yaitu musyarakah, mudharabah, muzara’ah dan
musaqah. Dalam musyarakah masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau
amal (expertise) dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. Perbankan biasanya menggunakan prinsip ini dalam pembiayaan
proyek maupun modal ventura.
Dalam mudharabah, pihak pertama (shâhibul mâl) menyediakan keseluruhan (100 %) modal dan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, sedangkan kerugian akan ditanggung pemilik modal selama kerugian bukan akibat kelalaian pengelola. Perbankan dapat menerapkan hal ini pada tabungan berjangka untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, qurban, untuk deposito biasa, juga untuk pembiayaan modal kerja. Selanjutnya, al muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen dimana benih tanaman berasal dari pemilik lahan. Sebaliknya, al-Musaqah adalah bentuk sederhana dari al-muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalannya, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Dalam mudharabah, pihak pertama (shâhibul mâl) menyediakan keseluruhan (100 %) modal dan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, sedangkan kerugian akan ditanggung pemilik modal selama kerugian bukan akibat kelalaian pengelola. Perbankan dapat menerapkan hal ini pada tabungan berjangka untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, qurban, untuk deposito biasa, juga untuk pembiayaan modal kerja. Selanjutnya, al muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen dimana benih tanaman berasal dari pemilik lahan. Sebaliknya, al-Musaqah adalah bentuk sederhana dari al-muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggungjawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalannya, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3. Prinsip jual beli (sale dan
purchase)
Terdapat
tiga jenis jual beli yang dapat dikembangkan dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi perbankan syariah yaitu bai’ al-murabahah, bai’ al-salam dan bai’
al-istishna. Bai’al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati dan penjual harus memberitahu harga produk
yang dibelinya. Dalam perbankan, umumnya diterapkan pada produk pembiayaan
untuk pembelian barang-barang investasi baik domestik maupun luar negeri,
seperti melalui letter of credit (L/C). Bank Syariah memperoleh keuntungan dari
selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
Bai’
al-salam merupakan pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara
pembayaran dilakukan di muka. Perbedaan dengan sistem ‘ijon’ dapat dilihat dari
sisi barang dan penetapan harga beli. Dalam bai’ al-salam barang harus spesifik
dan dapat ditimbang dengan jelas, serta penetapan harga beli dilakukan kedua
belah pihak secara ridha. Bai’ al-salam dapat dipergunakan untuk pembiayaan
bagi petani dalam jangka waktu relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Barang yang
dibeli dapat berupa barang industri maupun barang non-industri.
Bai’ al-istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, yang biasanya dipergunakan di bidang manufaktur. Kedua pihak sepakat atas harga dan sistem pembayaran, baik pembayaran dimuka, pembayaran cicilan ataupun ditangguhkan sampai pada waktu tertentu.
Bai’ al-istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, yang biasanya dipergunakan di bidang manufaktur. Kedua pihak sepakat atas harga dan sistem pembayaran, baik pembayaran dimuka, pembayaran cicilan ataupun ditangguhkan sampai pada waktu tertentu.
4. Prinsip sewa (Operational Lease dan
Financial Lease)
Terdapat
dia prinsip sewa yaitu al-ijarah yang merupakan pemindahan hak guna atas barang
atau jasa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut, dan
al-ijarah al-muntahia bi al-tamlik yaitu perjanjian sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang di tangan penyewa.
5. Prinsip jasa (fee based services)
Dalam
perbankan syariah prinsip jasa ini meliputi lima bentuk transaksi yaitu berupa
al-wakalah yang dalam aplikasinya dapat berwujud seperti autodebet pembayaran
rekening listrik, telepon dan lainnya, al-kafalah dalam bentuk penjaminan yang
diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung, al-hawalah dalam bentuk pengalihan hutang dari
orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya, al-rahn yang
berbentuk jaminan hutang atau gadai, dan al qard dalam bentuk meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan, yang umumnya diberikan kepada nasabah yang telah terbukti
loyalitas dan bonafiditasnya. Selanjutnya, berdasarkan karakteristik usaha dan
prinsip dasar transaksi bank syariah ini