Etika Praktisi Akuntansi Syariah


Menurut  Dunn  dalam  Harahap  etika  menyangkut pemilihan dikotomis antara nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, adil dan tidak adil, terpuji dan terkutuk yang posistif dan negatif.
Etika  sebagai  pemikiran  dan  pertimbangan  moral  memberikan dasar  bagi  seseorang  maupun sebuah komunitas untuk dapat menentukan baik buruk atau benar salahnya  suatu  tindakan  yang  akan  diambilnya.  Dalam  perkembangannya, keragaman  pemikiran  etika  kemudian  berkembang  membentuk  suatu  teori etika.  Teori  etika  dapat  disebut  sebagai  gambaran  rasional  mengenai hakekat dan dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang  menentukan  klaim  bahwa  perbuatan  dan  keputusan  tersebut  secara moral diperintahkan dan dilarang[1].
Berbagai  aliran pemikiran etika dalam mengkaji  moralitas suatu tindakan  telah  berkembang  sedemikian  luasnya.  Berdasarkan  sejarahnya, pemikiran-pemikiran  etika  berkembang  meliputi  aliran-aliran  etika  klasik yang berasal dari pemikiran filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikir Eropa  abad  pertengahan  sampai  abad  20-an,  serta  aliran  etika  dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah[2].
Praktisi  akuntansi  syariah  sebagai  pelaku  akuntansi  syariah terikat  oleh  syariah  yang  bersumber  dari  Al-Qur‟an dan As-Sunnah.  Dari Al-Quran  dan  As-Sunnah  diturunkan  formulasi  praktis  dalam  bentuk hukum  Islam  yang  selanjutnya  dikenal  dengan  syariah.  Dalam  syariah setiap tindakan manusia akan diklasifikasikan ke dalam lima hukum yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. 
“Syariah  adalah  sistem  yang  komprehensif  yang  melingkupi seluruh  bidang  hidup  manusia.  Ia  (syariah)  bukan  sekedar sebuah  sistem  hukum,  tetapi  sistem  yang  lengkap  yang mencakup hukum dan moralitas.”[3]
Syariah yang dikemukakan diatas memberikan suatu indikasi bahwa  syariah  bukan  merupakan  sistem  hukum  yang  cenderung menekankan diri pada sistem hukum positif belaka, namun juga lebih dari itu,  yaitu  pada  sisi  moralitas  (etika).  Di  sini  terlihat  adanya  keterkaitan antara  syariah  sebagai  hukum  positif,  di  satu  sisi,  dan  etika,  di  sisi  yang lain, sebagai “ruh” yang memberikan nilai hidup bagi syariah itu sendiri.   
Accounting  and  Auditing  Organization  for  Islamic  Financial Intitutions  (AAOIFI)  merumuskan  sebuah  kode  etik  bagi  akuntan  dan auditor internal disamping eksternal yang bekerja dalam lembaga keuangan Islam.  Kode  etik  akuntan  ini  adalah  merupakan  bagian  yang  tidak terpisahkan  dari  syariah  Islam.  Dalam  sistem  nilai  Islam  syariat  ini ditempatkan  sebagai  landasan  semua  nilai  dan  dijadikan  sebagai  dasar pertimbangan  dalam  setiap  legislasi  dalam  masyarakat  dan  Negara  Islam.
Beberapa  kode  etik  menurut  AAOIFI  (2002:230)  sebagai berikut:
1.      Dapat dipercaya
Akuntan  harus  jujur  dan  bisa  dipercaya  dalam  melaksanakan kewajiban  dan  jasa  profesionalnya.    Dapat  juga  mencakup  bahwaakuntan  harus  memiliki  tingkat  integritas  dan  kejujuran  yang  tinggi dan akuntan juga harus  dapat menghargai kerahasiaan informasi  yang diketahuinya  selama  pelaksanaan  tugas  dan  jasa  baik  kepada organisasinya atau langganannya.
2.      Legitimasi
Akuntan harus dapat memastikan bahwa semua  kegiatan profesi  yang dilakukannya  harus  memiliki  legitimasi  dati  hukum  syariah  maupun peraturan dan perundangan yang berlaku.
3.      Objektivitas 
Akuntan  harus  bertindak  adil,  tidak  memihak,  tidak  bias,  bebas  dari konflik  kepentingan  dan  bebas  dalam  kenyataan  maupun  penampilan. Objektivitas  mencakup  juga  bahwa  ia  tidak  boleh  mendelegasikan tugas  dan  pertimbangan  profesinya  kepada  pihak  lain  yang  tidak kompeten.
4.      Kompetensi profesi dan rajin
Akuntan  harus  memiliki  kompetensi  profesional  dan  dilengkapi dengan  latihan-latihan  yang  dibutuhkan  untuk  menjalankan  tugas  jasa profesi  tersebut  dengan  baik.  Dia  harus  melaksanakan  tugas  dan  jasa profesionalnya  dengan  rajin  dan  berusaha  sekuat  tenaga  at  all  cost sehingga  ia  bebas  dari  tanggung  jawab  yang  dibebankan  kepadanya bukan saja dari atasan, profesi, public tetapi juga dari Allah SWT.
5.      Perilaku yang didorong keyakinan agama (keimanan)
Perilaku  akuntan  harus  konsisten  dengan  keyakinan  akan  nilai  Islam yang berasal dari prinsip dan aturan syariah. Senua perilaku dan tindak tanduk harus disaring dan didorong oleh nilai-nilai Islam. 
6.      Perilaku profesional dan standar teknik 
Dalam  melaksanakan  kewajibannya,  akuntan  harus  memperhatikan peraturan profesi termasuk didalamnya standar akuntansi dan auditing lembaga keuangan syariah. 


[1] Ludigdo Unti, Paradoks Etika Akuntan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
[2] Ibid
[3] Syofyan Syafri Harahap, Auditing dalam Persfektif Islam (Jakarta:  Purtaka Quantum, 2002)

 
Klik Link Berikut Untuk Download Makalah Lengkap