Reaktualisasi Pemahaman Waqaf

Pemahaman masyarakat terhadap wakaf umumnya masih bersifat konvensional, yaitu seperti yang lazim dilakukan di tengah-tengah masyarakat secara turun-temurun.
Bentuk wakaf yang paling dikenal dalam masyarakat adalah berwakaf dalam bentuk sebidang tanah, digunakan untuk tapak pembangunan mesjid atau lahan tempat pemakaman kaum Muslimin. Selain itu, ada juga wakaf dalam bentuk bahan bangunan, seperti semen, batu bata, pasir, kusen pintu atau jendela, dan lain-lainnya, yang pada umumnya adalah untuk pembangunan mesjid atau musholla, surau ataupun madrasah.
Wakaf konvensional ini hanya dapat diandalkan untuk pengadaan lahan atau pembangunan fisik bangunan seperti mesjid, surau, madrasah, yang nantinya ditujukan sebagai sarana atau tempat umat Muslim beribadah ataupun kegiatan keagamaan lainnya dalam rangka pelaksanaan hablum minallah ataupun hablum minannas. Namun untuk pembinaan kegiatan rutin dan aktivitas-aktivitas lainnya di mesjid, surau atau madrasah, wakaf tersebut tidak dapat diandalkan karena lazimnya pewakaf sudah mulai berhenti berwakaf setelah pembangunan mesjid, surau atau madrasah selesai dibangun.
Akibatnya, setelah beberapa waktu mesjid, surau atau madrasah berdiri dan digunakan, persoalan mulai timbul, karena pengelola/pengurus kesulitan dana untuk membayar tagihan rekening air, listrik, biaya kebersihan dan perawatan, tagihan honor guru/ustadz/khatib, biaya pengajian rutin, dan sebagainya. Kebutuhan dana tersebut biasanya bersifat rutin dan berkesinambungan. Di sisi lain, sumber dana rutin tidak mencukupi dan tidak berkesinambungan. Akhirnya banyak mesjid, surau atau madrasah yang tidak terkelola dengan baik.
Untuk itu perlu adanya reaktualisasi pemahaman terhadap wakaf, yaitu dari pemahaman wakaf yang bersifat konsumtif bergeser ke pemahaman wakaf bersifat produktif. Pergeseran pemahaman tersebut diharapkan akan memungkinkan wakaf dapat mendorong kemandirian umat.[1]     
Banyak negara yang telah mendayagunakan wakaf untuk menyokong program-program yang bertujuan untuk kesejahteraan umum. Beberapa negara seperti Mesir, Turki, Yordania telah mengembangkan wakaf secara produktif, yaitu untuk memajukan bidang pendidikan, kesehatan, penelitian, pengentasan kemiskinan, peningkatan ekonomi umat, dan lain-lain.


[1] Suhrawardi K.Lubis, Wakaf & Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.100.

Download Selengkapnya