Sub-judul ini sering diistilahkan dengan “Islam pada tiga tingkatan”. Memang studi-studi ke-Islaman tidak akan pernah terlepas dari salah satu tingkatan ini, baik pada tataran wahyu, pemahaman atau pemikiran dan pengamalannya dalam masyarakat.
Islam sebagai wahyu adalah hal sudah tetap, yakni Islam seperti halnya yang tersebut dalam Alquran al-Karim. Maka memahami Islam sebagai wahyu adalah hal sungguh esensial dalam kajian-kajian ke-Islaman. Studi Tafsir Alquran al-Karim contohnya adalah salah satu studi Islam pada tataran pertama.
Pada tataran selanjutnya, yakni Islam sebagai pemikiran atau pemahaman, memberikan ruang kajian ilmiah yang tidak kalah luasnya dengan Islam sebagai wahyu. Banyak perdebatan-perdebatan antar kelompok-kelompok teologi merupakan perdebatan dalam tataran ke-dua ini. Contohnya adalah masalah tingkah laku seorang manusia, apakah ia mempunyai kehendak sendiri ataukah pekerjaannya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT. Perdebatan dalam masalah ini ramai diperbincangkan oleh kaum Mu’tazilah, As’ariyah dan golongan lainnya. Selain itu, mengkaji proses Mu’tazilah kemudian menganut paham free-will juga termasuk dalam kajian Islam sebagai pemikiran. Bagaimana kemudian memahami kata kutiba yang ada dalam ayat puasa kemudian diartikan menjadi wajib juga merupakan contoh dari studi Islam pada tataran ke-dua.
Konsep kajian Islam sebagai pemikiran atau pemahaman adalah kajian yang berangkat dari sumber-sumber yang diakui sebagai sumber-sumber Islam, seperti Alquran al-Karim, Hadist, Ijma’ dan lain sebagainya.
Selain itu mengkaji Islam pada tataran ke-dua ini juga akan memberikan ruang untuk mengkaji Islam sebagaimana dipahami oleh suatu masyarakat. Contohnya seperti “konsep wihdatul wujud dalam Tarikat Naqsyabandiah, atau “syari’ah menurut MUI” misalnya dan lain sebagainya. Kajian Islam sebagai pemahaman akan menyediakan ruang studi yang sangat luas, seluas agama Islam menyebar di dunia.
Sedangkan Islam pada tataran terakhir, yakni Islam sebagai pengamalan, juga memberikan ruang kajian ke-Islaman yang sungguh luas. Konsep kajian Islam sebagai pengamalan berangkat dari pertanyaan dasar: bagaimanakah suatu masyarakat mengamalkan Islam?. Dari kajian ke-Islaman pada tingkat ke-dua dan ke-tiga inilah kemudian nantinya muncul studi wilayah, yakni memahami Islam pada suatu masyarakat, daerah, bangsa atau etnis Islam.
Salah satu perbedaan antara Islam sebagai pemahan dengan Islam pada pengamalan adalah aktualisasiya pada kehidupan. Karena bisa saja suatu pemahaman tentang Islam tidak teraplikasikan dalam pengamalan, atau malah bertentangan dengan fakta.
Contoh kajian pada tataran ini adalah “pengaruh konsep wihdatul wujud pada aliran Tarikat Naqsyabandiah”, atau “mazhab Ciputat” dan lain sebagainya. Dalam kajian-kajian ke-Islaman tiga tataran ini memang perlu dijelaskan agar tidak terjadi kesalah-pahaman antara pengkaji dengan pembacanya.
Sedangkan Islam sebagai sumber, yakni sumber kajian-kajian ilmiah berarti Islam dari segala dimensinya, baik hukum, tasawwuf, sejarah, seni, sains dan lain sebagainya. Semua tingkatan, tatara dan segala dimensi yang ada tercakup dalam Islam memang telah menjadi sumber kajian ilmiah yang sangat luas dan bervariasi. Seorang pengkaji yang tertarik untuk mengkaji ke-Islaman akan berhadapadan dengan objek kajian yang begitu variatif, terserah yang mana yang akan ia pilih.
Kita bisa melihat bahwa sangat banyak sekali kajian-kajian ke-Islaman yang bisa kita ketemukan pada masa ini, bai dalam bidang teologi, hukum, sains, dan lain sebgainya. Artinya Islam sebagai sumber penelitian dan kajian-kajian ilmiah telah ,menyediakan sebuah obejk besar dan menarik bagi para sarjanwan untuk diteliti.