Pengertian tasyawuf lebih dititikberatkan kepada teori atau tatacara mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai keridhoan-Nya. Istilah “tasyawuf” belum dikenal pada masa Rasulullah(saw), namun praktek atau perilaku hidup Nabi(saw) - yang kemudian dicontoh para sahabat - menjadi dasar berdirinya istilah tasyawuf yang kemudian menjadi suatu cabang ilmu tersendiri dalam pelajaran agama Islam.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ilmu tasawuf adalah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia kepada mengenal Tuhan atau ma’rifat billah, dan melalui tasawuf ini pula ia dapat melangkah sesuai dengan tuntunan yang paling baik dan benar dengan akhlak yang indah serta akidah yang kuat. Oleh sebab itu maka mutasawwif tidak mempunyai tujuan lain selain mencapai ma’rifat billah (mengenal Allah) dengan sebenar-benarnya, dan tersingkapnya dinding (hijab) yang membatasinya dengan Allah.[1] Bagi mereka mendekatkan diri kepada Allah selalu dilandasi semangat beribadah dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan hidup dan ma’rifahtullah.
Adapun yang dimaksud dengan ma’rifatullah ialah melihat Tuhan dengan hati secara jelas dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaran-Nya, tapi tidak dengan kaifiyat. Artinya, Tuhan tidak digambarkan seperti benda atau manusia ataupun bentuk tertentu sebagai jawaban dari bagaimana zat Tuhan tersebut.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan kesempurnaan hidup adalah tercapainya martabat dan derajat kesempurnaan atau insan kamil. Insan kamil dalam pandangan para mutasawwifin artinya bermacam-macam. Diantaranya adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Arabi, seorang ahli tasawuf yang berpaham pantheisme atau wihdatul wujud yang menyebabkan beliau dituduh oleh ulama sunni sebagai orang yang telah keluar dari Islam, mulhid, zindiq. Beliau berkata seperti yang dikutip oleh Saifullah al-Aziz : “insan kamil adalah manusia yang sempurna karena adanya realisasi wahda asasi dengan Tuhan yang mengakibatkan adanya sifat dan keutamaan Tuhan padanya.[3]
Dengan demikian maka ilmu tasawuf yang pada intinya adalah sebagai usaha untuk menyingkap hijab yang membatasi antara manusia dengan Allah SWT dengan sistem yang tersusun melalui latihan ruhaniyah dan riyadhat al-nafs yang mengandung empat unsur pokok yaitu :
a. Metaphisika, yaitu hal-hal yang diluar alam dunia atau bisa juga dikatakan sebagai ilmu ghaib. Hal ini sangat tepat karena dalam ilmu tasawuf banyak dibicarakan masalah-masalah yang berkenaan dengan keimanan terhadap ilmu-ilmu yang ghaib.
b. Ethica, yaitu ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan melihat pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal fikiran. Dalam ilmu tasawuf banyak sekali unsur-unsur etika, ajaran-ajaran akhlaq karimah, baik kepada sesama manusia atau kepada Allah.
c. Psikologia, yaitu masalah yang berhubungan dengan jiwa. Psikologi dalam pandangan tasawuf sangat berbeda dengan psikologi modern. Psikologi modern bertujuan menyelidiki manusia bagi orang lain, yakni menyelidiki terhadap jiwa orang lain. Sedangkan dalam tasawuf yang menjadi fokus penyelidikan adalah diri sendiri.
d. Aesthetica, yaitu ilmu keindahan yang menimbulkan seni. Untuk meresapkan seni itu dalam diri, haruslah ada keindahan dalam diri. Adapun puncak keindahan tersebut adalah cinta. Dalam pandangan tasawuf, orang akan dapat merasakan keindahan dalam jiwanya jika jiwa tersebut bersih dari sifat-sifat tercela. Adapun jalan yang ditempuh untuk mencapai keindahan menurut ajaran tasawuf adalah tafakkur dan merenungkan hikmah-hikmah ciptaan Allah. Karena dengan kedua cara tersebutlah akan tergores dalam hati akan kebesaran Tuhan.
Baca dan Download Selengkapnya...
[1] Moh. Saifullah al – Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, Terbit Terang, Surabaya , 1998, hal. 39.
[2] Ibid, hal. 40.
[3] Ibid, hal. 40 – 41.