Konsep Financial Institution tidak disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Namun jika yang dimaksud lembaga itu sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur,
manajemen, fungsi serta hak kewajiaban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat (kelompok masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan sebagainya mengidentifikasikan bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fungsi dan peran tertentu dalam perkembangan masyarakat. Demikian juga konsep-konsep yang merujuk kepada ekonomi, seperti zakat, shadaqah, fai, ghanimah, bai, dain, maal dan sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu.
Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS Al-Zukhruf [43] : 32)
Sebagaimana halnya lembaga politik yang tidak pernah disebut bentuknya apakah itu kerajaan, republik, federal, dan sebagainya nampaknya Al-Qur’an membebaskan kaum muslimin untuk memberi bentuk-bentuk kapada prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya, apakah itu perusahaan, bank, asuransi, dan sebagainya. Pada akhirnya financial institutions tersebut bertindak seperti individu yang bisa melakukan transaksi ekonomi antara satu dengan yang lainnya. Dalam fiqih lembaga ini disebut dengan istilah ”syakhsyiyah i’tibariyyah” atau ”syakhsyiyah ma’nawiyyah”. Dengan demikian lembaga
yang bertindak seperti individu ini memiliki kewajiban yang sama seperti layaknya sebuah individu, seperti membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh dari usahanya.
Di sisi lain, dalam hal akhlak, Al-Qur’an menyebutkan secara eksplisit, baik berupa kisah maupun perintah. Konsep accountability dan trust (amanah), misalnya, terletak pada ayat yang panjang dan berupa perintah.