Pembiayaan pada Bank Syariah (Bank Islam)

Pembiayaan pada Bank Syariah”
Adanya kesulitan yang dialami masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pada perekonomian jahiliyah menyebabkan berkembangnya pembiayaan secara sederhana.
Dengan meningkatnya hubungan dagang di daerah Laut Tengah, maka lahirlah berbagai bentuk pembiayaan, seperti yang dikenal dengan “Sea Loans”.
Sejalan dengan perkembangan dalam perniagaan dan penggunaan pembiayaan sebagai salah satu media transaksi, terlihat pula perkembangan yang sama pesatnya di dalam bisnis lembaga pembiayaan.
Lambat laun di antara pedagang ada yang mulai mengkhususkan diri berniaga dengan prinsip islami untuk melayani keperluan modal. Lahirlah merchant’s bankers. Ekspansi yang cepat di bidang industri, perdagangan, jasa, dan kegiatan ekonomi lain telah mempercepat tumbuh dan lahirnya berbagai jenis lembaga pembiayaan yang mula-mula bersifat umum, dan kemudian mengarah spesialisasi.
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan – kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank.

Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa “ maa laa yatimm al – wajib illa bihi fa huwa wajib“, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah ( yakni melakukan kegiatan ekonomi ) adalah wajib diadakan.[1]
Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan. Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary function). Hal ini diatur dalam pasal 1 ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pembiayaan dikucurkan melalui dua jenis bank, yaitu Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Sistem bunga yang diterapkan dalam perbankan konvensional telah mengganggu hati nurani umat Islam di dunia tanpa kecuali umat Islam di Indonesia.

Bunga uang dalam fiqih dikategorikan sebagai riba yang demikian merupakan sesuatu yang dilarang oleh syariah ( haram ). Alasan mendasar inilah yang melatarbelakangi lahirnya lembaga keuangan bebas bunga, salah satunya adalah Bank Syariah.

Perbedaan signifikan pembiayaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah menurut M. Syafii Antonio adalah sebagai berikut :[2]

Bank Syariah
1.      Melakukan investasi-investasi yang halal saja
2.      Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa
3.      Profit dan falah oriented
4.      Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
5.      Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatma Dewan Pengawas Syariah

Bank Konvensional
1.      Investasi yang halal dan haram
2.      Memakai perangkat bunga
3.      Profit oriented
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur Tidak terdapat dewan sejenis


[1]  Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006,
hal. 14 - 15
[2]  Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press dan Tazakia
Cendikia, Jakarta, 2001, hal. 34


Download Selengkapnya : Link ini