Maslahah mursalah menurut lugat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah. Perpaduan dua kata menjadi ``marsalah mursalah``yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam. Juga dapat berarti,
suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat). Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta`rif yang diberikan di antaranya :
1. Imam Ar-Razi mena`rifkan sebagai berikut: “Maslahah ialah, perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Musyarri` (Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya dan harta bendanya.”
2. Imam Al-Ghazali mena`rifkan sebagai berikut: “Maslahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak madarat”
3. Menurut Muhammad Hasbi As-Siddiqi, maslahah ialah : “Memelihara tujuan syara` dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk.”
Menurut ahli ushul fiqih mengatakan bahwa maslahah mursalah ialah menetapkan suatu hukum bagi masalah yang tidak ada nashnya dan tidak ada ijma, berdasarkan kermaslahatan murni atau masalah yang tidak dijelaskan syariat dan dibatalkan syariat.[1]
Disisi lain A. Hanafi, M.A mendefinisikan maslahah mursalah adalah jalan kebaikan (maslahah) yang tidak disinggung syara’ untuk mengerjakannya atau meninggalkannya, sedang apabila dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindarkan mudharat.[2] Sedangkan menurut Mustafa Ahmad Al-Zarqa, maslahah mursalah adalah maslahah yang masuk dalam pengertian umum yakni (menarik manfaat dan menolak mudharat). Alasannya adalah syariat Islam datang untuk merealisasikan masalah dalam bentuk umum. Nash-nash dan dasar-dasar syariat Islam telah menetapkan kewajiban memelihara kemaslahatan dan memperhatikannya ketika mengatur berbagai aspek kehidupan.[3]
Dari pengertian beberapa pendapat diatas dapat diambil suatu pemahaman, bahwasanya maslahah mursalah adalah memberikan hukum terhadap suatu masalah atas dasar kemaslahatan yang secara khusus tidak tegas dinyatakan oleh nash, yang apabila dikerjakan jelas membawa kemaslahatan yang bersifat umum dan apabila ditinggalkan jelas akan mengakibatkan kemaslahatan yang bersifat umum pula.
[1] Abd. Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Ushul Fiqih), diterjemahkan oleh Nur Iskandar Al-Barsany, (Jakarta: Rajawali), h. 124
[2] Nasrun harun, Ushul Fiqih (Cet. II: Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 114
[3]Mustafa Ahmad Al-Zarqa, Hukum Islam dan Perubahan Sosial, (Studi Komparatif delapan mazhab fiqih), diterjemahkan oleh Ad. Dedi Rohayana, (Cet. I: Jakarta: Rineka Ciprta, 2000), h. 35
Klik link Ini untuk Download Selengkapnya