Berdasarkan
Peraturan Menteri keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan
pasal 4 bahwa (1) Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk pembelian
piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang
tersebut.
(2) Kegiatan anjak piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (Without Recourse) dan Anjak piutang
dengan jaminan dari penjual piutang (With
Recourse). Berdasarkan penjelasan diatas bahwa kegiatan perusahaan anjak
piutang dilakukan dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka
pendek dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri dan penata usahaan
penjualan kredit serta penagihan piutang klien. Kegiatan anjak piutang dapat
dilakukan oleh Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Perusahaan Pembiayaan
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. Sedangkan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan No.1251 Tahun 1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Lembaga Pembiayaan, kegiatan anjak piutang terdiri dari :
1.
Pengambilalihan tagihan suatu perusahaan dengan fee tertentu.
2. Pembelian piutang perusahaan dalam suatu transaksi
perdagangan dengan harga yang sesuai
dengan kesepakatan.
3. Mengelola usaha penjualan kredit suatu perusahaan,
artinya perusahaan anjak piutang dapat mengelola kegiatan administrasi kredit
suatu perusahaan sesuai kesepakatan.
Kegiatan
diatas dapat dilakukan oleh perusahaan anjak piutang dengan terlebih dahulu
melakukan perjanjian anjak piutang. Perjanjian Anjak Piutang ini terdiri dari
tiga serangkaian hukum yaitu Subyek Hukum, Obyek hukum, dan Hubungan hukum atau
peristiwa hukum.[1] Subyek
Hukum, adalah penjual, pembeli, dan perusahaan anjak piutang. Namun penamaan
tersebut dirubah disesuaikan dengan hakikat anjak piutang. Perusahaan anjak
piutang dikenal sebagai Factor, yaitu badan usaha yang menawarkan anjak
piutang. Klien adalah pihak yang menggunakan jasa dari anjak piutang, yaitu
penjual atau supplier. Nasabah atau konsumen merupakan pihak yang mengadakan
transaksi dengan klien. Obyek Hukum, merupakan piutang itu sendiri, baik dijual
atau dialihkan atau di urus oleh pihak lain. Peristiwa Hukum, merupakan
perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian antara perusahaan anjak piutang
dengan klien.
Cara
peralihan piutang yang dikenal dengan nama levering
harus melihat bentuk dari bendanya yang akan dialihkan, apakah benda tersebut
merupakan benda bergerak atau benda tidak bergerak. Karena piutang tersebut
timbul dari perdagangan sehingga pengalihan anjak piutang dilakukan dengan akta
dan pemberitahuan dan pengakuan.
Perusahaan
anjak piutang agar dapat melakukan kegiatan operasionalnya juga harus
mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut diperoleh dari berbagai biaya yang
dikenakan terhadap klien yang dapat menutupi seluruh kegiatan operasional
perusahaan anjak piutang. Tapi sebelum perusahaan anjak piutang menerima
pembelian piutang dari klien, factor harus mempertimbangkan juga risiko
kerugian tagihan yang tidak dapat terbayar oleh debitur yang biasanya
ditetapkan dengan biaya penagihan atau komisi yang tinggi untuk piutang yang
cukup bermasalah.
Keuntungan
yang diperoleh dari biaya yang dibebankan kepada kliennya terdiri dari:
1.
Jasa Penagihan (Service Charge) :
biaya yang dibebankan oleh perusahaan anjak piutang kepada kliennya yang
dikenal dengan fee dan besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu berdasarkan
kesepakatan dengan berbagai pertimbangan seperti tingkat kesulitan atau jumlah
piutang yang ditagihkan.
2.
Biaya Administrasi : biaya yang diterima oleh perusahaan anjak piutang setelah
melakukan pengelolaan terhadap penjualan kredit klien dan besarnya pun
tergantung dari kesepakatan yang dibuat bersama. Imbalan yang diterima oleh
perusahaan anjak piutang, baik berupa service charge, provisi, dan diskon, akan
dicatat secara akrual sehingga pada saat penandatanganan perjanjian akan diakui
pajak terutang. Dasar pengenaan pajak atas penyerahan jasa anjak piutang adalah
5% dari jumlah imbalan yang diterima dan Pajak Masukan yang berhubungan dengan
kegiatan anjak piutang tidak dapat dikreditkan. Keuntungan yang diterima oleh
perusahaan anjak piutang diperoleh dari jasa yang diberikan kepada klien
berupa: Jasa Pembiayaan (Financing
service), Perusahaan anjak piutang melakukan pembayaran dimuka (prefinancing) kepada klien yang besarnya
tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Kontrak dibuat dengan with
recourse atau dengan without recourse. Besarnya pembiayaan dilakukan sekira 60%
sampai 80% dari total piutang setelah dilakukan kontrak dan penyerahan
bukti-bukti penjualan. Jasa non pembiayaan (non
financing service), perusahaan anjak piutang memberikan jasa pengelolaan
administrasi kredit yang terdiri dari :
- Analisis kelayakan suatu kredit.
- Melakukan administrasi kredit.
- Pengawasan terhadap kredit termasuk pengendaliannya.
- Perlindungan terhadap suatu risiko kredit.
Kegiatan
anjak piutang ini pada kenyataannya hanya dirasakan cukup bermanfaat bagi
perusahaa yang berskala besar, bagi usaha kecil atau UMK umumnya takut memanfaatkan
pembiayaan anjak piutang karena biayanya mencekik dan khawatir diteror bank
jika pencairan dana dari nasabah tidak tepat waktu. Selain itu UMK juga enggan
mendapatkan uang tunai dengan menjaminkan resi tagihan karena belum mengertinya
tentang anjak piutang dan adanya persepsi jika menggunakan anjak piutang akan
diteror penagih jika pencairan resi mandek dan mundur atau nasabah bangkrut. Para perusahaan anjak piutang membebankan resi tagihan
kepada klien dengan skema with recourse karena adanya faktur penagihan fiktif,
atau pemasok diam-diam telah menerima pembayaran dari nasabah padahal resi
tagihan sudah dianjak-piutangkan pada lembaga keuangan. Karena pencairan resi
bermasalah maka para pemasok akan dikenai komisi anjak piutang 25% s.d. 30% per
tahun serta ditambah service charge untuk jasa penagihan dan biaya
administrasi.
[1] Gemala Dewi. Aspek-Aspek
Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia. Jakarta, 2006, h 70