Perbankan
syari’ah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan
bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan haram misalnya usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Bank
syari’ah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :[1]
1.
Dalam Bank Syari’ah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad)
antara investor pemilik dana (shohibul maal) dengn investor pengelola dana
(mudharib) bekerja sama untuk melakukan kerjasama untuk yang produktif dan
sebagai keuntungan dibagi secara adil (mutual invesment relationship). Dengan
demikian dapat terhindar hubungan eskploitatif antara bank dengan nasabah atau
sebaliknya antara nasabah dengan bank.
2.
Adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh Bank Syari’ah yang
bertujuan untuk menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif (larangan
menumpuk harta benda (sumber daya alam) yang dikuasai sebagian kecil masyarakat
dan tidak produktif, menciptakan perekonomian yang adil (konsep usaha bagi
hasil dan bagi resiko) serta menjaga lingkungan dan menjunjung tinggi moral
(larangan untuk proyek yang merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan nilai
moral seperti miniman keras, sarana judi dan lain-lain.
3.
Kegiatan uasaha Bank Syari’ah lebih variatif dibanding bank konvensional, yaitu
bagi hasil sistem jual beli, sistem sewa beli serta menyediakan jasa lain
sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip-prinsip syari’ah.
[1] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan
Lembaga-Lembaga Terkai (BAMUI dan Takaful) di Indonesia. Jakarta,1997. Hal 126