Pada dasarnya kita tidak
dapat menentukan secara pasti awal kelahiran metode Tafsir Maudhu’i ini
dalam pengertian seperti kita pahami sekarang. Karena pada dasarnya walaupun
corak penafsiran seperti ini telah dapat ditemukan pada penafsir-penafsir
klasik, namun istilah Tafsir Maudhu’i belum popular untuk mereka
gunakan.
Akan tetapi Zahir bin
Awadh Al-Alamiy menyebutkan, setelah melakukan pengamatan pada kitabullah dan
tema-tema yang terkandung di dalamnya, Maka menjadi jelas bahwa didalam
kitabullah sendiri telah terkandung kecenderungan seperti Tafsir Maudhu’i
ini.[1]
Hal ini juga dapat kita
pahami bahwa pada Masa pembukuaannya, disamping metode Tafsir bercorak
biasa (klasik), metode Tafsir Maudhu’i yang mengkaji masalah-masalah
khusus berjalan beriringan dengannya.
Seperti Ibnul Qayyim
menulis kitab At-tibbiyah Pi aqsamil Quran, Abu Ubaidah menulis kitab tentang
Majazul Quran, Ar-Raqib al-Asfahani menyusun Mufrodatul Quran, Abu Ja’far
an-Nahas menulis An-Nasikh wa al-Mansukh dan lain sebagainya.
Sebenarnya kajian-kajian
qurani pada masa modern tidak satupun yang terlepas dari penafsiran sebagian
ayat-ayat Alquran.[2]