Status Adat pada Transaksi Keuangan

Adat kebiasaan memberikan suatu dasar (dalil) bagi keputusan pengadilan di mana seorang hakim mempunyai alternatif dalam menghakimi suatu perkara.
Adat kebiasan ini juga memberikan bantuan dan bimbingan interpretasi yang menolong seorang hakim untuk menginterprestasikan ketentuan-ketentuan hukum dari Alquran dan Sunnah.[1] Misalnya untuk memastikan, besarnya perbedaan antara harga pasar dengan harga aktual dalam suatu transaksi khusus, didasarkan pada praktik perdagangan dan masyarakat yang terlibat dalam transaksi serupa.
Ulama Fiqh terdahulu membingkai sejumlah hukum yang telah dipertimbangkan atas dasar kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat pada zamannya. Beberapa dari hukum-hukum itu diganti oleh ulama fiqh belakangan, ketika mereka menemukan bahwa kebiasaan yang mereka dasarkan atasnya tidak ada lagi.
Misalnya, zaman terdahulu gandum dan jelai diukur dalam istilah Mudd  dan Sha’ (dua pengukuran kapasitas benda). Tapi, sekarang gandum dan jelai itu diukur beratnya secara umum. Jadi, perhitungan apapun, apakah untuk dagang, pembayaran ushr, sedekah, atau kafarat, semuanya dilakukan dalam bentuk satuan berat yang umum dipakai.
‘Urf juga memiliki peranan dalam riba al-fadl. Riba al-Fadl adalah suatu kelebihan yang dihasilkan melalui kriteria syariah (yaitu pengukuran atau berat). Dalam hukum Islam klasik, jika dua pihak menukar satu mudd gandum dengan dua mudd gandum, mereka dikatakan telah melakukan Riba al-Fadl. Tapi sekarang, sejak gandum diukur dengan berat, maka Riba al-Fadl akan terjadi hanya ketika, katakan 5 kg gandum ditukar dengan 8 kg gandum. Seperti itulah ulam fiqh menerjemahkan kriteria syariah dalam defenisi di atas berkenan dengan pengukuran kapasitas.
 Pada masa lalu, jual-beli hak-hak yang abstrak dan harta yang tidak berwujud dilarang oleh ulama fiqh. Namun sekarang, praktik perdagangan telah berubah. Hak-hak yang abstrak dan tidak berwujud seperti hak cipta, hak paten, dan lain-lain, diberlakukan sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan. Ulama Fiqh modern telah menetapkan bahwa hak-hak ini dapat dijual dan dibeli seperti harta berwujud lainnya.


download selengkapnya



[1] Muhammad Tahir Mansoori, Kaidah-Kaidah Fiqh Keuangan dan Transaksi Bisnis, (Bogor: Ulul Albab Institut, 2010), hal 99