Market share bank syariah di
Indonesia saat ini, relatif masih kecil, belum mencapai 2 % dari total asset
bank secara nasional. Menurut Siti Fajriyah, salah seorang Deputi Gubernur Bank
Indonesia, jumlah nasabah Bank syariah saat ini, baru sekitar 3 juta orang. Padahal jumlah
umat Islam potensial untuk menjadi customer bank syariah lebih dari 100
juta orang. Dengan demikian, mayoritas umat Islam
belum berhubungan dengan bank syariah.
belum berhubungan dengan bank syariah.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum
berhubungan dengan bank-syariah, antara lain Pertama, Tingkat pemahaman dan
pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rendah. Masih banyak yang
belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menggangapnya sama saja
dengan bank konvensional, Bahkan sebagian ustaz yang tidak memiliki ilmu yang
memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro;moneter dan teknis perbankan) masih berpandangan miring tentang bank
syariah, karena kurang informasi keilmuan tentang bank syariah. Kedua,
Belum ada gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikan bank syariah. Ketiga,
Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syari’ah. Keempat, Peran pemerintah
masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima,
Peran ulama, ustaz dan dai’ masih relatif kecil. Ulama yang berjuang keras
mendakwahlan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan
akademisi yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum
menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam,
para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk perguruan Tinggi Islam
belum optimal. Ketujuh, peran ormas Islam juga belum optimal membantu
dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang
berhubungan dengan bank konvensional. Kedelapan, Bank Indonesia sangat
tidak serius mengembangkan bank syariah. Meski telah ada direktorat bank
syari’ah dan berbagai kebijakan (regulasi) yang mendukung lewat PBI, namun dari
sisi alokasi dana untuk edukasi, sosialisasi dan promosi masih sangat minim.
Sehingga dana promosi sebuah bank swasta, jauh lebih besar dari biaya promosi
total/seluruh bank syariah yang jumlahnya lebih dari 21 bank syariah tersebut.
Meskipun ada PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah),
namun gerakannya sangat kecil dan terbatas, personilnya juga sangat sedikit.
Mestinya Bank Indonesia menumbuhkan 100 atau malah 1.000 PKES di Indonesia,
bukan hanya satu PKES dengan personil yang terbatas. Cara menumbuhkannya, Bank
Indonesia harus mensupport dana kepada lembaga-lembaga Kajian Bank Syariah dan
forum-forum studi bank syariah dengan penggunaan dana yang dapat dipertanggung
jawabkan dan kegiatan yang digelar benar-benar signifikan untuk mendorong percepatan
perkembangan bank syariah. Kita sanggup sebagai kordinatornya untuk menumbuhkan
PKES-PKES baru diberbagai kota strategis. Hasil kegiatan lembaga-lembaga harus dapat diukur
dan dibuktikan efektifitasnya dalam mendorong pertumbuhan asset bank syariah..
Mereka dipasang target. Lembaga-lembaga Kajian dan Forum-Forum itu dapat
dijadikan sebagai corong dan ujung tombak pengembangan bank syariah,
sebagaimana halnya PKES.
Organisasi seperti Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI),
menjadi keniscayaan bagi Bank Indonedia
untuk memberikan bantuan dananya, agar IAEI bisa lebih dinamis dan proaktif
mensosialisasikan bank syariah, baik di dunia kampus, pejabat pemerintah,
ulama, hartawan, pengusaha dan masyarakat luas. Lebih separoh program kegiatan
IAEI bertujuan mempromosikan bank syariah dan meningkatkan asset bank-bank
syariah. Namun IAEI tidak memiliki dana untuk bergerak, akhirnya sulit
melaksanakan kegiatan promosi bank syariah.
Bank Indonesia juga harus mendukung pembentukan organisasi
dai’ ekonomi syariah. Setiap da’i memiliki ribuan jamaah. Bila mereka telah
memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang bank syariah, maka fatwa-fatwa
mereka tidak lagi datar memandang bank syariah, tetapi secara mantap dan penuh
keyakinan ilmiah mengharamkan bunga bank. Umumnya da’i belum memahami dampak
bunga bank yang sangat mengerikan bagi perekonomian negara dan dunia.
Maksudnya, belum banyak training serius yang diikuti ulama tentang dampak bunga
secara empiris dan fakta ilmiah
berdasarkan teori ekonomi modern. Bila ada 60.000 ulama yang bergerak secara
serentak, maka akan terjadi booming hebat bagi pertumbuhan bank-bank syariah.
Selain itu, perlu diperhatikan Bank Indonesia,
bahwa selama ini para dosen ekonomi
syariah sering diundang untuk memberikan seminar dan ceramah di kampus-kampus, di
ormas Islam, tetapi seringkali dosen ekonomi Islam tersebut sama sekali tidak
diberi hanor oleh panitia karena keterbatasan dana panitia pelaksana.
Mengandalkan semangat jihad untuk memerangi riba tidak cukup dengan semangat
saja, tanpa alat dan senjata. Senjata itu antara lain adalah dana.
Fakta membuktikan bahwa biaya untuk mengembangkan bank
syariah oleh Bank Indonesia masih sangat kecil, sehingga dalam berbagai
momentum promosi bank syariah, sumbangan Bank Indonesia masih sangat kecil.
Kalau Bank Indonesia mau mengalokasikan sedikit dana untuk pengembangan bank
syariah, niscaya market share bank syariah tidak seperti sekarang ini, belum 2
%. Kecilnya market share ini sebagian besar disebabkan karena sedikitnya
alokasi dana untuk pengembangan bank syariah dari Bank Indonesia. Kita membutuhkan dana untuk edukasi dan
pencerdasan masyarakat tentang bank syariah. Promosi, pendidikan dan pelatihan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Termasuk untuk mentraining ulama secara berkelanjutan. Ulama
sebagai ujung tombak keberhasilan sebuah program belum dilirik secara serius
oleh Bank Indonesia. Ada sekitar 60.000-70.000 ulama dan dai yang perlu
ditraining tentang bank syariah. Bila mereka secara serempak mendakwahkan
keunggulan bank syariah di 700.000 mesjid di Indonesia, maka market share bank
syariah dalam beberapa bulan akan naik menjadi 30 %. Kita telah membuktikan hal
ini di beberapa kota di mana ada kantor cabang bank syariah, sehingga sebuah
kantor kas bank syariah bisa terbaik se-Indonesia dalam beberapa bulan untuk
kategori penghimpunan dana pihak ketiga. Asset bak syariah bisa meningkat
secara fantastis 300 atau 400 %. Banyak lagi yang bisa dilakukan untuk
memajukan bank syariah, jika kita punya dana promosi dan pengembangan.
Prospek Bank
Syari’ah
Tidak bisa dibantah, bahwa perbankan
syari’ah mempunyai potensi dan prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek
yang baik ini setidaknya ditandai oleh
empat hal ;
Pertama, Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam
merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syari’ah di Indonseia. Sampai
saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum tergarap secara signifikan. Data terakhir menunjukkan bahwa market
share perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat kecil, yaitu 1,65 %, belum mencapai 2 %, (lihat tabel).
Ini menunjukkan bahwa market share bank syari’ah masih sangat besar
Kedua, Perkembangan lembaga pendidikan Tinggi yang mengajarkan ekonomi
syariah semakin pesat, baik S1, S2, S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan
lahir sarjana-sarjana ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan
wawasan ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak yang
masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang ekonomi syariah. Ketiga Bahwa
fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan
syari’ah. Pasca fatwa MUI tersebut,
terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional ke bank
syari’ah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya. Menurut
data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga
yang masuk ke perbankan syari’ah hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin mendapat
dukungan dari para sarjana ekonomi Islam.
Keempat, Harapan kita kepada sikap pemerintah cukup besar untuk berpihak pada
kebenaran, keadilan dan kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk
mendukung pengembangan perbakan syari’ah di Indonesia tinggal menunggu waktu,
lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank syariah.
Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung membesarkan bank-bank
syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan benar-benar mendukung bank yang menguntungkan
negara dan menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama ini
terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan bank syariah akan
berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih besar. Memang banyak peran
Bank Indonesia dalam mendorong pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan sosialisasi dan
pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan dan didukung Bank
Indonesia.
Kelimat, Masuknya lembaga-lembaga keuangan internasional ke dalam
jasa usaha perbankan syari’ah di Indonesia sesungguhnya merupakan indikator
bahwa usaha perbankan syari’ah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya
oleh para investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar.
Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca 11
September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk
ditempatkan di Asia. Ketika harga minyak 32 dollar US perparel, Timur Tengah telah menjadi negara
petro dollar, apalagi ketika harganya meningkat menjadi 70 dolar perbarel,
tentu dana itu semakin besar. Bila potensi ini berhasil ditarik oleh bank-bank
syariah, maka market share bank-bank syariah akan semakin besar. Konon
potensi dana Timur Tengah saat ini mencapai 600-700 miliar dolar US.
10 Pilar Pengembangan
Untuk mengembangkan dan memajukan bank syariah
setidaknya ada 10 pilar yang harus diperhatikan.
1.Peningkatan
pelayanan dan profesionalisme
Di masa depan, ketika bank-bank syari’ah telah dominan
dan meluas ke berbagai daerah, isu halal-haram tidak bisa diandalkan lagi.
Pendekatan yang lebih menekankan aspek
emosional harus dikurangi. Bank-bank syari’ah harus mengedepankan profesionalisme dan
mengutamakan service exellence kepada customer
Apabila perbankan syari’ah bisa memberikan pelayanan
yang prima dan profesional serta memiliki kinerja yang exellence, maka
dapat dipastikan umat Islam akan lebih percaya terhadap perbankan syari’ah.
Para praktisi bank syari’ah harus dapat meyakinkan ummat Islam bahwa bank
syari’ah itu lebih baik. Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa faktor pelayanan sangat menentukan pilihan
masyarakat dalam memilih bank-bank syariah.
2.Inovasi Produk
Perkembangan industri perbankan di dunia dalam
beberapa dasawarsa terakhir ini amat mengagumkan. Produk-produk yang
dikembangkan di pasar semakin bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Semuanya itu dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi dan
telekomunikasi yang semakin canggih, sehingga mempermudah urusan konsumen dan
meningkatkan efisiensi kegiatan usaha para konsumen. Dari hari ke hari
produk-produk baru terus bermunculan,
menawarkan daya tarik tersendiri.
Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang harus
dikembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank
syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah. Untuk
mengembangkan produk-produk yang bervariasi dan menarik, bank syari’ah di
Indonesia dapat membangun hubungan kerjasama atau berafiliasi dengan
lembaga-lembaga keuangan internasional. Kerjasama itu akan bermanfaat dalam mengembangkan
produk-produk bank syari’ah. Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa
depan akan banyak tergantung kepada
kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif,
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah
3. Sumber Daya
Insani
Bank Syari’ah harus mempersiapkan sumber daya insani
(SDI) yang berkualitas dan handal,
karena eksistensi kualitas sumber daya insani sangat menentukan pengembangan
perbankan syari’ah di masa mendatang. Kualitas sumber daya insani merupakan
tulang punggung dalam suatu organisasi dan sangat berpengaruh pada keberhasilan
organisasi. Untuk bisa menggerakkan bisnis islami dengan sukses, diperlukan SDI
yang yang menguasai ilmu bisnis dan ilmu-ilmu syari’ah secara baik. Selama ini
SDI penggerak bisnis islami berasal dari pendidikan umum yang diberi training
singkat mengenai bisnis islami. Seringkali training seperti ini
kurang memadai, karena yang perlu diupgrade bukan hanya knowlegde
semata, tetapi juga paradigma syari’ah, visi dan missi, serta kepribadian
syari’ah.
Untuk melahirkan SDI yang
berkompeten di bidang bisnis dan hukum
syari’ah secara komprehensif dan memadai, serta memiliki integritas tinggi,
maka manajemen bank syari’ah harus siap
berinvestasi menyekolahkan dan mentraining para sumber daya insaninya.
Integritas tinggi hanya bisa diperoleh
dan dipertahankan bila dilandasai
kejujuran dan dapat dipercaya, sedangkan
kompetensi perlu didukung dengan kecerdasan (fathanah), keterbukaan dan
komunikatif (tabligh) .
4.
Perluasan Jaringan Kantor
Perbankan syariah harus memperluas jaringan kantor agar dapat menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga alasan darurat bagi daerah yang belum ada bank syari’ahnya bisa
dikurangi. Bank-bank milik pemerintah (BUMN) dapat melakukan perluasan outlate dengan
memanfaatkan kantor-kantor cabangnya yang tersebar di seluruh Indonesia,
misalnya Bank BNI dan BRI. Perluasan jaringan bank pemerintah tersebut tidak
harus dengan membuka kantor-kantor cabang baru, karena membutuhkan modal besar.
Sedangkan bagi bank swasta yang kekurangan modal untuk memperluas pembukaan outlate,
harus inovatif dalam membuat
terobosan-terosan baru agar jaringannya menjangkau masyarakat luas sampai ke
daerah-daerah. Office channeling merupakan sebuah langkah baru untuk
mempercepat pertumbuhan asset bank syariah.
5. Peraturan
yang mendukung
Sistem
perbankan syari’ah merupakan sub-sistem dari sistem keuangan nasional.
Oleh karena itu, keberadaan dan kegiatan perbankan syari’ah tersebut perlu diatur
secara tegas dan jelas dalam hukum positif atau perundang-undangan nasional
yang berlaku, sebaiknya dalam bentuk Undang-Undang tersendiri. Undang-Undang
tersebut tidak saja akan mewujudkan kepastian hukum, tetapi juga akan membuat
suasana regulasi lebih kondusif.
Semua fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah
Nasional MUI tentang produk dan sistem perbankan syari’ah, harus diterjemahkan
ke dalam peraturan Bank Indonesia. Hal ini akan semakin menunjang kemampuan kompetitif perbankan
syari’ah sehingga dapat meningkatkan pangsa pasarnya secara signifikan. Bila
ini dilakukan, maka target 5 % pangsa pasar bank syari’ah yang dicanangkan Bank Indonesia dalam blue print, akan terlampuai sebelum tahun 2011.
6. Syari’ah Compliance
Praktek operasional perbankan syari’ah harus
benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Jawaban-jawaban apologetis
yang berlindung di bawah payung Dewan Syari’ah tidak menjamin praktek
operasinya benar-benar syari’ah. Dengan semakin meluasnya jaringan perbankan
syari’ah, maka Dewan Pengawas Syari’ah, harus
lebih meningkatkan perannya secara aktif. Selama ini sangat banyak Dewan
Pengawas Syari’ah tidak berfungsi melakukan pengawasan aspek syari’ahnya. Di
masa depan, perlu dibentuk Dewan Pengawas Syari’ah di daerah. Bila Dewan Pengawas Syari’ah hanya mengandalkan
DPS pusat, sangat dikhawatirkan, praktek operasi bank syari’ah tidak terawasi.
DPS pusat kini banyak tak mengetahui kalau di daerah-daerah ribuan penyimpangan
syariah terjadi. Pengaduan audiens dalam forum-forum seminar kepada penulis
juga tak terhitung banyaknya. Selain itu, para praktisi bank syariah, wajib
mengikuti pengajian atau training ekonomi syariah secara berkelanjutan. Kini
diasumsikan lebih dari 80 % praktisi
bank syariah belum memahami ekonomi syariah dan fiqh muamalah ekonomi. Para
petinggi bank-bank syariah tampaknya tidak begitu peduli akan realitas minimnya
pengetahuan kesyariahan para kru atau karyawan bank syariah. Memang ada satu
atau dua bank yang peduli kepada aspek kepatuhan kepada syariah, namun secara
umum, hal ini tidak menjadi perhatian para praktisi bank syariah.
Selain itu, bank-bank syariah harus menjadi uswah
hasanah dalam penerapan GCG (Good Corporate Governance). Bank-bank
syariah harus berada di garda terdepan dalam implementasi GCG tersebut. Jangan
nodai citra syariah yang suci dengan moral hazard. Penerapan good corporate
govarnance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik
kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional.
7. Edukasi
yang kontiniu.
Upaya
yang paling utama untuk membesarkan bank syariah adalah melaksanakan edukasi
masyarakat tentang sistem bank syariah, keunggulannya, prinsip-prinsip yang
melandasainya, mekanisme operasional, dsb. Prof.Dr.M.A.Mannan, pakar ekonomi
Islam, dalam buku Ekonomi Islam, sejak tahun 1970 telah mengingatkan pentingnya
upaya edukasi masyarakat tentang keunggulan sistem syariah dan keburukan dampak
sistem ribawi. Fakta
membuktikan, bahwa market share perbankan syariah masih sekitar 1,6 persen, karena itu perlu gerakan edukasi
dan pencerdasan secara rasional tentang perbankan syariah, bukan hanya
mengandalkan kepatuhan (loyal) pada syariah.
Masyarakat
yang loyal syariah terbatas paling sekitar 10-15 %. Masyarakat harus dididik,
bahwa menabung di bank syariah, bukan saja karena berlabel syariah, tetapi
lebih dari itu, sistem ini dipastikan akan membawa rahmat dan keadilan bagi ekonomi masyarakat, negara dan
dunia, tentunya juga secara individu
menguntungkan. Umunya masyarakat belum mengerti kaitan bunga bank dengan
APBN, kenaikan harga BBM, listril, telephon. Masyarakat juga belum mengerti
betapa mengerikannya pengaruh negatif bunga bank saat ini terhadap kebangkrutan
ekonomi Indonesia. Ratusan juta rakyat Indonesia menderita dalam kemiskinan dan
penderitaan yang memilukan akibat sistem bunga yang masih berlaku di bank-bank
konvensional. Banyak masyarakat awam yang tak faham akan realita ini. Ratusan
trilun dalam beberaopa tahun terakhir disumbangkan secara salah kaprah untuk
bank-bank konvensional agar mereka dapat bertahan dalam bentuk BLBI, bunganya
dan SBI.
Karena
informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank
syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Tegasnya, Masyarakat
(publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak
yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia dan negara-negara
bangsa.
Jika
masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu
berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro
syariah tentang interest, dampaknya terhadap inflasi, produsti, unemployment,
juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank
syari’ah. Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating
(mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah
berpindah-pindah. Maka kita perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif,
yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan
spiritual.
Pendekatan
rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan
margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas. Pendekatan rasional juga
bermakna ; menggunakan akal sehat dan cerdas dalam memilih bank syariah.
Pendekatan
moral-etis adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi
negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, dan dampaknya terhadap ekonomi dunia. Dengan penjelasan itu, maka
secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk
meninggalkan sistem riba.
Pendekatan
spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah
yang melekat pada bank syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat
menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah, meskipun
mereka kurang faham tentang keunggulan bank syariah secara teori dan
praktis. Upaya membangun pasar spiritual
yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin
gencar sosialisasi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat
asset bank-bank syariah.
Sasaran
edukasi sangat luas meliputi seluruh komponen masyarakat, seperti ulama,
pemerintah, akademisi, pengusaha, ormas Islam dan masyarakat secara luas. Upaya
ini membutuhkan kerja keras dari para pejuang ekonomi syariah, baik ahli
ekonomi Islam maupun praktisi bank syariah.
8 .Sinergi
Sinergi sesama bank syariah merupakan sebuah keniscayaan
yang tak terbantahkan untuk mengembangkan dan mempromosikan bank syariah secara
signifikan. Bank-bank syariah tak boleh promosi dan bekerja secara
sendiri-sendiri. Kegiatan Indonesia syariah Expo yang baru-baru ini
dilaksanakan merupakan bentuk sinergi yang perlu diteruskan. Masih banyak
bentuk sinergi lain yang bisa dilakukan, seperti menggelar kegiatan bersama
dalam promosi di TV,Radio, menggelar workshop dan training ulama dan dosen
ekonomi, penerbitan majalah dan buletn dan sebagainya. Demikian pula dalam
produk tabungan dan ATM bersama, bank-bank syariah bisa bersinergi.
Pepatah ”Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh”
perlu dicermati, konsep ukhuwah perlu diimplementasikan. Bank-bank syariah,
perlu menghayati filosofi shalat berjamaah. Jika dua muslim shalat
sendiri-sendiri, nilainya menghasilkan
masing-masing 1 point. tetapi jika dua orang muslim shalat berjamaah oleh maka
akan menghasilkan masing-masing 27. Jadi dalam filosofi matematis shalat
jamaah, 1 + 1 bukan sama dengan dua, tetapi
sama dengan 27. Karena itu
bank-bank syariah, hendaknya jangan ingin besar sendiri dan menang sendiri.
Tujuan besar sendiri sulit dicapai tanpa sinergi sesama bank syariah.
9. Bagi Hasil
yang kompetitif
Bank-bank syariah harus berjuang keras
untuk memberikan bagi hasil yang kompetitif dengan memperhatikan efisiensi dan
manajemen resiko yang cermat. Jika tingkat bagi hasil jauh dibawah bunga bank,
maka sebagian kecil nasabah rasional-materialis
akan kembali menarik dananya dari bank syari’ah. Namun bagi nasabah yang
rasional-moralis, tingkat bunga tidak
berpengaruh baginya untuk pindah ke bank konvensional. Apalagi nasabah
spiritual, betapapun tingginya tingkat bunga, mereka tetap loyal menempatkan
dananya di bank syariah.
10.Reorientasi ke Sektor Riil
Perhatian perbankan syari’ah kepada pengembangan sektor
riel harus lebih diutamakan, mengingat realita
pertumbuhan lembaga keuangan syari’ah selama ini begitu pesat, tetapi
tidak seimbang dengan pengembangan sektor riel. Dalam ekonomi Islam,
pengembangan sektor keuangan harus terkait erat dengan sektor riel syari’ah,
karena itu, pengembangan perbankan syari’ah harus mendukung gerakan ekonomi
Islam di sektor riel, seperti kegiatan produksi dan distribusi yang dilakukan
Ahad-net, MQ-Net, hotel Sofyan syari’ah, super market, agribisnis, Usaha Kecil
dan Menengah (UKM) dan gerakan usaha
sektor lainnya. Orientasi pengembangan ekonomi Islam melalui sektor keuangan
harus diimbangi dengan pengembangan sektor riel. Kepincangan dua aspek ini akan
menimbulkan bahaya dan malapetaka ekonomi Islam di masa depan dan hal ini
merupakan kegagalan dan kehancuran ekonomi Islam.
Pengembangan sektor riel syari’ah harus menjadi
perhatian yang serius bagi perbankan syari’ah. Pembiayaan melalui produk
murabahah, sesungguhnya tidak signifikan mengembangkan sektor riel, karena
bentuknya dominan konsumtif.
Penutup
Apabila bank-bank syariah memperhatikan dan menerapkan
10 pilar tersebut, maka perbankan syari’ah akan menjadi perbankan nasional yang
tangguh, terpercaya, di samping besar assetnya (market share) nya. Sebagai
kesimpulan, bank-bank syariah perlu melakukan konsolidasi baik dari sisi
internal maupun eksternal bank. Konsolidasi internal dilakukan dengan cara
secara istiqamah menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap prinsip
syari’ah, penguatan internal control dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah. Sedangkan
konsolidasi eksternal berupa peningkatan
kerjasama dan konsolidasi dengan
institusi terkait dan peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate govarnance
sebagai bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan
nasional.
Oleh :
Agustianto
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)