Bank Syariah dalam Bingkai Kapitalisme

         Bank Syariah makin menjamur, hampir semua bank konvensional saat ini membuka unit syariah termasuk City Bank dan HSBC. Hal ini tidak lepas dari strategi pasar. Bank melihat adanya permintaan yang tinggi masyarakat tehadap bank syariah dan memang sistem syariah terbukti menguntungkan dan sehat. Beberapa lembaga seperti PPM, Surveilance Institute, Ray Morgan, dan sebagainya
menunjukkan bahwa dari 2001 hingga 2007, permintaan masyarakat Indonesia terhadap perbankan syari`ah di atas 60-70 persen, bahkan mencapai angka 83 persen pada 2008. Melihat peluang ini, semua bank ramai-ramai menelorkan unit syariah.
Masyarakat yang menabung pada bank syariah terbagi menjadi 3 segmen. Mereka yang menabung karena karena dorongan keyakinan dan menghindari riba yang haram dan mereka yang menabung karena bank syariah lebih aman dan menguntungkan. Mungkin ada juga yang hanya tertarik pada label syariahnya saja tanpa mengetahui esensi bank syariah.
Saya pernah mendengar salah seorang pakar ekonomi Islam, bahwa saat ini bank yang benar-benar mendekati sistem syariah yang sebenarnya hanya 3 bank saja.   Walaupun diakui bahwa tidak satupun bank yang akan lolos dari debu riba. Bank syariah masih merupakan subsistem dari bank konvensional. Bahkan masih ada bank syariah yang hanya merupakan unit usaha dari bank konvensional sehingga mata rantai syariah dan ribawi itu tetap ada. Tersamarnya perbedaan antara bank syariah dan konvensional ribawi ini membuat masyarakat juga bingung menentukan pilihan karena pada prakteknya nampaknya keduanya sama saja. Hal ini mempengaruhi minat masyarakat pada bank syariah. Sehingga tidak heran bila sampai saat pengguna bank syariah masih di bawah 3%.
Kita juga bisa mengevaluasi motif pendirian dan pengembangan bank syariah. Saya percaya bahwa semua bank syariah berniat untuk menyelamatkan umat Islam dari riba bukan hanya sekedar mengejar keuntungan bisnis semata.  Bila niatnya lurus dan atas dorongan keimanan, insya Allah akan dilaksanakan secara amanah dan profesional sehingga keuntungan itu akan datang dengan sendirinya.
Tantangan terberatnya adalah, bank syariah mesti hidup dalam bingkai dan bayang-bayang neoliberisme kapitalis serta berada dalam area kekuasaan kapitalisme yang menggurita. Sehingga motivasi ibadahnya akan bias oleh motivasi asas manfaat yang merupakan asas kapitalisme. Tidak bisa dipisahkan mana riba dan bukan riba. Seandainya sistem syariah itu tidak menguntungkan atau tidak membawa manfaat, masih adakah orang yang mau mengadopsinya? Untunglah pada kenyataannya bank Syariah terbukti hanya sedikit terpengaruh krisis global dan tidak terlikuidasi. Sehingga dalam 5 tahun terakhir saja investasi bank syari’ah di AS telah mencapai $800 juta, jumlah yang sangat besar untuk ukuran bank-bank yang baru bermain di negara ini. Bahkan AS dan Barat khawatir bank syariah akan menggeser eksistensi bank konensional. Saya berharap semoga kedepan perbankan syariah menjadi sistem perbankan di Indonesia sehingga akan menadi wajah khas perbankan bangsa ini, bukan sebagai subsistem bank konvensional ribawi. Sistem ekonomi syariah yang terbukti lebih baik bisa menjadi alternatif sistem ekonomi kapitalis yang terbukti ‘menyengsarakan’.